Rabu, 23 Desember 2015

Hadits Arbain ke 21

HADITS Arbain ke 21

عَنْ أَبِي عَمْرو، وَقِيْلَ : أَبِي عَمْرَةَ سُفْيَانُ بْنِ عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِي فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ . قَالَ : قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ

[رواه مسلم]

🌾Penjelasan:

Ucapan قُلْ لِي فِي اْلإِسْلاَم (katakanlah kepadaku dalam uslam), " artinya dalam syariat islam.  "  قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ  (Suatu ucapan yang aku tidak akan bertanya lagi tentangnya kepada seorangpun selainmu)," artinya perkataan yang menjadi batasan yang jelas, mencakup dab kuat.

Maka Rasulullah bersabda padanya: " قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ (Katakanlah aku beriman pada Allah ), "yang tempatnya dalam hati, " ثُمَّ اسْتَقِمْ (kemudian beristikomahlah)" dalam ketaatan kepada Allah, dan ini dilakukan oleh anggota badan.

Hadits ini bersifat jaami" (mencakup dan menghimpun perkara-perkara yang luas), dan termasuk diantara hadits-hadits yang bersifat demikian.

Sabda beliau: " آمَنْتُ بِالله (Aku beriman pada Allah)," mencakup ucapan lisan dan perkara hati. Para ulama mengatakan: "Yang dimaksud perkataan hati adalah menetapkan dan mengakuinya.

آمَنْتُ بِالله
(Aku beriman pada Allah) artinya aku mengikrarkannya sesuai dengan apa yang diwajibkan kepadaku, berupa iman terhadap keesaan Allah dalam hal Rububiyah, Uluhiyan serta Asma" dan SifatNya.

Kemudian setelah beriman, " اسْتَقِمْ" (beristiqomahlah), "artinya berjalanlah diatas shirathul mustaqim (jalan yang lurus), dan janganlah engkau melanggar ketentuan syariat, tidak melenceng ke kanan dan tidak juga ke kiri.

(Syarhul Arba"iin an-Nawawiyyah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)

Follow
✏twitter: @fajarardhys
📙channel telegram: @tetaplurus , @muhammadiyah
📚blog: http://tetaplurus.blogspot.com

Kamis, 10 Desember 2015

Hukum Ummu Walad

💡Hukum Mengenai ummu Walad

🌾Ada seorang yang bertanya mengenai budak yang dihamili tuannya, dan kemudian tuannya tersebut wafat. Apakah budak tersebut secara otomatis diwariskan ke anak tuan nya tersebut?

Jawab:

Jika pemilik budak menggauli budak perempuannya, kemudian mengandung janin, maka haram bagi pemiliknya untuk menjual, meggadaikan, dan menghadiahkannya. Dia boleh boleh menggunakannya untuk pelayanan dan berhubungan badan. Jika pemilik budak itu meninggal, maka budak perempuan ini merdeka sebagai harta kekayaan sebelum dibayarkan hutang-hutangnya dan ditunaikan wasiat-wasiatnya. Anak budak perempuan itu dari orang lain sama dengan kedudukannya.

Barangsiapa mengauli budak perempuan orang lain setelah menikahinya, maka anak yang dilahirkannya menjadi budak dari pemilik budak perempuan itu. Jika seseorang menggaulinya dengan syubhat, maka anak yang dilahirkannya itu merdeka dan dia harus membayarkan harga anak itu kepada pemilik budak perempuan. Jika seseorang membeli budak perempuan yang dicerai setelah dia disetubuhi melalui pernikahan, maka budak perempuan itu tidak menjadi ummul walad baginya. Budak perempuan itu menjadi itu menjadi ummul walad jika persetubuhan terjadi karena syubhat, berdasarkan salah satu pendapat.

📚Penjelasan:

1. Ummu walad adalah budak wanita yang digauli pemiliknya, kemudian melahirkan anak untuknya.
2. Daruquthni (4/134) dan Baihaqi (10/348) meriwayatkan dari Umar, dia mengatakan, "Ummu walad itu tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Pemiliknya boleh menggaulinya selama dia masih hidup. Jika pemiliknya meninggal, maka ummu walad itu merdeka."

Ibnul Qaththan menyatakan atsar ini shahih dan marfu". (Nihayah:3/121)

Imam Malik dalam Al-Muwaththa" (2/776) meriwayatkan bahwa Umar bin Khaththab berkata, "Budak perempuan manapun yang melahirkan anak dari pemiliknya, maka dia tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diwariskan. Pemiliknya boleh menggaulinya. Jika pemiliknya meninggal, maka budak perempuan itu merdeka."
3. Jika budak perempuan memiliki anak bukan dari majikannya setelah menjadi ummu walad, maka anaknya itu merdeka seperti ibunya setelah pemiliknya meninggal. Sebab, kemerdekaan anak mengikuti kemerdekaan ibunya.
4. Barangsiapa menggauli budak perempuan orang lain setelah menikahinya, maka anak yang dilahirkannya menjadi budak dari pemilik budak perempuan itu. Sebab, perempuan itu adalah budak, sedangkan anaknya mengikuti hukum ibunya.
5. Maksud "menggauli dengan syubhat" adalah menggauli budak perempuan orang lain karena menyangka bahwa perempuan itu adalah budaknya atau istrinya yang berstatus perempuan merdeka.
6. Jika seseorang membeli budak perempuan yang dicerai setelah dia setubuhi melalui pernikahan, maka budak perempuan itu tidak menjadi ummu walad baginya. Gambarannya sebagai berikut:
Seseorang menikahi perempuan yang berstatus sebagai budak dan menggaulinya sehingga melahirkan anak. Orang itu kemudian menceraikannya. Kemudian dia memilikinya dari pemiliknya dengan membeli, melalui hibah, atau selainnya.
7. Pendapat yang menyatakan bahwa budak perempuan tersebut menjadi ummul walad jika persetubuhan terjadi karena syubhat adalah pendapat lemah. Pendapat paling kuat menyatakan bahwa budak perempuan itu menjadi ummu walad selama dia tidak menggaulinya dan melahirkan setelah memilikinya.

Wallahu"alam bisshowab.
Demikianlah penjelasan yang kami kutipkan dari kitab Nikah At-Tadzhib fi Adillat Matan Al-Ghayat wa At-Taqrib Al-Masyhur bi Matan Abi Syuja" fi Al-Fiqh Asy-Syafi"i.
Dr. Musthafa Diib Al-Bugha

Follow
✏twitter: @fajarardhys
📙channel telegram: @tetaplurus , @muhammadiyah
📚blog: http://tetaplurus.blogspot.co.id

Rabu, 09 Desember 2015

Sifat Istiwa" (Bersemayam) Bagi Allah

💡 Sifat Istiwa" (Bersemayam) Bagi Allah

Seseorang datang kepada Imam Malik bin Anas dan berkata, "Wahai Abu Abdullah, Allah Ta"ala berfirman: "(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam diatas "Arsy" (Thaha [20]: 5), bagaimana bersemayam itu?" Malik menundukkan kepala sesaat, keringat bercucuran, setelah itu mengangkat kepala dan berkata, "Bersemayam itu sudah diketahui, caranya tidak bisa dijangkau akal, mengimaninya wajib, dan menanyakannya bid"ah. Menurutku, kau tidak lain ahli bid"ah. Imam Malik kemudian memerintahkan orang tersebut diusir."

(Shahih. Diriwayatkan dari banyak jalur)

Diriwayatkan dari Sufyan bin Uyainah, "Rabi"ah ditanya tentang firman Allah Ta"ala, "(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam diatas "Arsy." (Thaha[20]: 5) Dia menjawab, "Bersemayam itu sudah diketahui, caranya tidak bisa dijangkau akal. Risalah ini berasal dar Allah, Rasul hanya menyampaikan, dan kita wajib mempercayainya."

(Shahih. Diriwayatkan al-Lalikai dalam syarh ushul al-Itiqad (665), Ibnu Qudamah dalam al-"Uluww (90). Juga diriwayatkan al-"Ajli dalam at-Taariikh (hal. 358), al-Baihaqi dalam al-Asma" wash shifat (II/360), dan adz-Dzahabi dalam al-"Uluwe (II/911).)

Diriwayatkan dari Malik, "Allah berada di langit, ilmu-Nya menjangkau semua tempat, tidak ada tempat yang tidak terjangkau oleh ilmunya."

(Hasan. Diriwayatkan Abu Dawud dalam Masa"ilul Imam Ahmad (hal. 263), Abdullah bin Ahmad dalam as-sunnah (I/106-107), dan lainnya.)

Silsilah at Atsar ash Sahihah aw ash Shahih al Musnad min Aqwalis Shahabah wat Tabi"in

Follow
✏twitter: @fajarardhys
📙channel telegram: @tetaplurus , @muhammadiyah
📚blog: http://tetaplurus.blogspot.co.id

Sabtu, 05 Desember 2015

Hukum Mengasuh Anak

💡Hukum Mengasuh Anak

🌾Jika suami menceraikan istrinya, sedangkan dia memilih anak darinya, maka istrinya lebih berhan untuk memelihara si anak sampai berusia tujuh tahun. Setelah itu, anak diberi hak memilih diantara kedua orang tuanya. Siapa saja yang dia pilih di antara keduanya, maka anak itu diserahkan kepadanya.

Syarat untuk mengasuh anak itu ada tujuh:

1. Berakal.
2.Merdeka.
3. Beragama.
4. Bisa menjaga kehormatan diri (wanita baik-baik).
5. Amanah.
6. Bermukim di suatu daerah yang jelas.
7.Tidak bersuami

Jika kurang salah satu syarat, maka gugurlah hal untuk mengasuh anak dari istri yang dicerai itu.

📚Penjelasan

1. Abu Dawud (2276) dan selainnya meriwayatkan dari “Amru bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya, bahwa Rasulullah Shallallahu “alaihi wa sallam didatangi oleh seorang wanita dan berkata, “Wahai Rasulullah! Putraku ini membutuhkan perutku sebagai bejananya, payudaraku sebagai minumannya, dan pangkuanku. Akan tetapi, bapaknya menceraikanku dann ingin mengambilnya dari diriku. “Rasulullah Shallallahu “alaihi wa sallam lalu bersabda kepadanya, “Engkau lebih berhak mengasuhnya selama engkau belum menikah.”

2. Tirmidzi (1357) dan selainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah memberi pilihan kepada seorang anak antara bapak dan ibunya. Dalam riwayat Abu Dawud (2277) dan selainya disebutkan bahwa seorang wanita mendatangi nabi dan berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya suamiku ingin membawa pergi putraku. Padahal, putraky ini yang memberiku minum dari sumur Abu “Inbah dan memberiku manfaat.” Rasulullah lalu  bersabda, “Hendaklah kalian berdua memberinya kesempatan untuk memilih.” Suaminya berkata, “siapa yang ingin menentangku dalam perkara putraku ini?” Kemudian nabi bersabda, “Ini bapakmu dan ini ibumu. Peganglah tangan siapapun yang engkau inginkan!” KemudiaN anak itu memegang tangan ibunya. Ibunya lalu membawa pergi.

Dalam hadits diatas disebutkan  bahwa putra wanita tersebut  sudah besar dan mampu melakukan sesuatu yang akan bermanfaat untuk ibunya. Dahulu dia telah mendidiknya ketika kecil dan tidak mampu melakukan apapun.

3.  Diantara syarat untuk mengasuh anak adalah beragama. Maksudnya, orang yang memeliharanya adalah seorang muslim jika orang yang dipelihara juga seorang muslim

4. Termasuk syarat juga adalah tidak bersuami. Dasarnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu “alaihi wa sallam tadi, “selama engkau belum menikah.

(At-Tadzib fi Adillat Matan Al-Ghayat wa At-Taqrib Al-Masyhur bi Matan Abi Syuja` fi Al-Fiqh Asy-Syafi`i, Kitab Nikah, DR. Musthafa Dib Al-Bugha)

Follow
✏twitter: @fajarardhys
📙channel telegram: @tetaplurus , @muhammadiyah
📚blog: http://tetaplurus.blogspot.co.id

Kamis, 03 Desember 2015

Bersikap Pertengahan Dalam Cinta dan Benci

Bersikap Pertengahan Dalam Cinta dan Benci

Diriwayatkan dari Aslam al-Adawi, "Umar bin Khaththab berkata kepadaku, "Wahai Aslam, jangan sampai cintamu dipaksakan dan jangan sampai bencimu membinasakan."

"Bagaimana caranya?" Tanyaku.

"Jika kau mencintai seseorang, jangan sampai kau memaksakan diri seperti anak kecil yang memaksakan diri demi sesuai yang diinginkan. Dan jika kau membenci seseorang, jangan sampai membuatmu menginginkan orang yang kau benci binasa dan mati."

(Diriwayatkan Abdurrazaq dalam al-Mushannaf (XI/181), al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no 1322), dan Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tahdzibul Atsar (I/223-224).)

Artinya, jika engkau mencintai seseorang, jangan berlebihan seperti wanita dan anak kecil yang memaksakan diri ketika menginginkan sesuatu. Demikian pula di saat kau membenci seseorang, jangan berlebihan hingga menginginkan orang yang kau benci binasa dan mati.

Diriwayatkan dari Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib, "Cintailah kekasihmu seperlunya, bisa jadi dia akan membencimu suatu hari nanti. Bencilah orang yang kau benci seperlunya saja, bisa jadi dia menjadi kekasihmu suatu hari nanti."

(Diriwayatkan secara mauquf dan marfu". Diriwayatkan al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no 1321) dan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (XIV/102).)

(Silsilah al atsar ash sahihah aw ash shahih al Musnad min aqwalis shahabah wat tabi"in)

Follow
✏twitter: @fajarardhys
📙channel telegram: @tetaplurus , @muhammadiyah
📚blog: http://tetaplurus.blogspot.co.id

Selasa, 01 Desember 2015

Menjama" Shalat

💡Menjama" Shalat

🌾Boleh bagi musafir untuk menjama" antara Dzuhur dengan Ashar diwaktu manapun yang diinginkan di antara keduanya serta antara Maghrib dan Isya” di waktu manapun yang dia inginlan diantara keduanya.

Boleh bagi orang yang mukim menjama" antara Dzuhur dan Ashar serta antara Maghrib dan Isya" ketika turun hujan di waktu pertama shalat tersebut.

📚Penjelasan;

Bukhari (1057) meriwayatkan dari Ibnu “Abbas, dia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahi “alaihi wa sallam menjama" antara shalat Dzuhur dan Ashar jika sedang melakukan safar dan juga menjama" antara Maghrib dan Isya".”

Abu Dawud (1208) dan Tirmidzi (554) meriwayatkan dari Mu"adz bahwa Nabi Shallallahi “alaihi wa sallam berada pada perang tabuk. Jika melakukan perjalanan sebelum matahari tergelincir, beliau mengakhirkan Dzuhur dan menjama" di waktu Ashar, kemudian mengerjakan kedua shalat tersebut. Jika melakukan perjalanan setelah matahari tergelincir, beliau shalat Dzuhur dan Ashar semuanya, kemudian berjalan. Jika melakukan perjalanan sebelum Maghrib, beliau mengakhirkan Maghrib dan melaksanakannya bersama dengan shalat Isya". Jika melakukan perjalanan setelah Maghrib, beliau menyegerakan Isya". Beliau mengerjakannya bersama dengan shalat Magjrib.

2.  Bukhari (518) dan Muslim (705) meriwayatkan dari Ibnu “Abbas bahwa Rasulullah Shallallahi “alaihi wa sallam, mengerjakan shalat di Madinah sebanyak tujuh atau delapan rekaat, yaitu Dzuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya.” Muslim menambahkan, “Beliau melakukan itu bukan karena takut dan tidak dalam keadaan safar.” Dalam riwayat Bukhari disebutkan bahwa Ayyub, salah seorang periwayat hadits, berkata, “Barangkali hal itu dilakukan ketika hujan di malam hari.” “Mungkin saja", katanya.

Syarat bolehnya menjama" shalat Maghrib dan shalat Isya" ketika hujan adalah:

Dilakukan secara berjamaah di masjid atau tempat yang jauh menurut kebiasaan.

Tidak boleh menjama”nya di waktu kedua karena bisa jadi hujan akan berhenti sehingga menyebabkan pelaksanaan shalat bukan pada waktunya tanpa udzur.

(At-Tadzib fi Adillat Matan Al-Ghayat wa At-Taqrib Al-Masyhur bi Matan Abi Syuja` fi Al-Fiqh Asy-Syafi`i, Kitab Shalat,  DR. Musthafa Dib Al-Bugha)

Follow
✏twitter: @fajarardhys
📙channel telegram: @tetaplurus , @muhammadiyah
📚blog: http://tetaplurus.blogspot.co.id

Shalatnya Musafir

💡Sholatnya Musafir

🌾Seorang musafir boleh mengqasar shalat yang berjumlah empat rekaat dengan lima syarat, yaitu:

1. Safarnya bukan untuk maksiat.
2. Jarak safar sejauh 16 farsakh.
3. Shalat yang di qasar khusus shalat yang berjumlah empat rekaat.
4. Berniat mengqasar bersamaan dengan takbiratul ihram.
5. Tidak bermakmum kepada orang yang mukim (tidak melakukan safar).

📚Penjelasan:

1. Dasar bolehnya musafir mengqasar shalat yang berjumlah empat rekaat adalah firman Allah Ta"ala,

“Apabila kamu bepergian dimuka bumi, maka tidak mengapa kamu mengqasar shalat(mu).”

(An-Nisa : 101)

Muslim (686) meriwayatkan dari Ya"la bin Umayyah, dia berkata, “Saya bertanya kepada Umar bin Khattab mengenai firman Allah,

“Maka tidaklah mengapa kamu mengqasar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.” Bukankah orang-orang telah aman?” Umar menjawab, “Saya juga heran dengan apa yang engkau herankan itu. Lalu, saya bertanya pada Rasulullah tentang hal ini. Beliau menjawab, “Ini adalah sedekah yang Allah sedekahkan kepada kalian, maka terimalah sedekahnya.”

Hadits ini menunjukkan bahwa mengqasar shalat bukan hanya khusus ketika ada rasa takut.

Bukhari (1039) dN Muslim (690) meriwayatkan dari Anas dia berkata, “Saya shalat dzuhur empat rekaat bersama Rasulullah di Madinah dan shalat Ashar dua rekaat du Dzul Hulaifa.”

2. Bukhari meriwayatkan dengan disertai komentar (tentang mengqasar shalat, bab: berapa jarak yang diperbolehkan untuk mengqasar shalat), “Ibnu Umar dan Ibnu “Abbas mengqasar dan berbuka dengan jarak 4 barf, yaitu 16 farsakh.” Jarak ini kira-kira sama dengan 81 km. Kedua sahabat ini melakukannya berdasarkan ilmu dari Nabi.

3. Mengqasar shalat yang berjumlah empat rekaat dilakukan ketika dalam safar. Jika diwaktu safar seseorang mengqadha” shalat yang tertinggal ketika mukim, maka tidak boleh mengqasarnya. Begitu juga dengan mengqadha" shalat yang tertinggal ketika safar di waktu mukim.

4. Dasar tidak bolehnya musafir mengqasar shalat dengan bermakmum kepada orang yang mukim (tidak melakukan safar) adalah khabar Ahmad bin Hanbal dari Ibnu “Abbas yang ditanya, “Mengapa seorang musafir mengerjakan shalat dua rekaat jika sendirian dan empat rekaat jika bermakmum dengan orang yang mukim?” Ibnu “Abbas menjawab, “Itulah sunnah.”

(At-Tadzib fi Adillat Matan Al-Ghayat wa At-Taqrib Al-Masyhur bi Matan Abi Syuja` fi Al-Fiqh Asy-Syafi`i, Kitab Shalat, DR. Musthafa Dib Al-Bugha)

Follow
✏twitter: @fajarardhys
📙channel telegram: @tetaplurus , @muhammadiyah
📚blog: http://tetaplurus.blogspot.co.id